Our Serendipity III – Crescendo

Hanya dalam beberapa bulan, saya dan Dyta pun berusaha saling mengenal satu sama lain lebih dalam, sambil mempersiapkan serangkaian acara pernikahan kami:

  • Lamaran: 3 November 2018 di Lubuklinggau
  • Akad nikah & resepsi: 16-17 Februari 2019 di Lubuklinggau
  • Ngunduh mantu: 9 Maret 2019 di Sragen

Alhamdulillah semua prosesnya berjalan lancar.

Waktu itu, istilah “serendipity” (a.k.a kebetulan, kendilalahan) akhirnya muncul atas masukan dari temannya Dyta. Dia membuatkan puisi yang kami jadikan sebagai intro untuk undangan pernikahan kami:

s.e.r.e.n.d.i.p.i.t.y
“the act of finding something valuable or delightful when you are not looking for it”


That evening was remarkable
the moment when I realized
The compilation of uncountable du’a flying to the sky
From both of us
In the complete darkness of night
Lead me in the very brave decision I ever made

The day is coming closer
When we will start our never ending journey
In the path called life
Officially, in the special day
When “you and I become us”

And, without hesitation
We would like to invite you
to celebrate the joyful moment of serendipity 

“The journey of Dyta and Hendra”

Plot Twist

Saat itu saya pikir ini adalah perjalanan saya untuk mendapatkan cinta Dyta.

Setelah menikah, sebuah plot twist terkuak. Ternyata dia juga diam-diam menaruh hati pada saya, bahkan jauh sebelum saya cerita ke Mbak Indah. Banyak hal tertulis di jurnalnya, yang dia ceritakan ke saya. Ternyata dia juga suka kepo-in LinkedIn dan blog saya. Ternyata dia juga ingin berkenalan dengan saya. Dia juga berdoa, kalo memang jodoh semoga ditunjukkan jalannya agar didekatkan dengan saya. Bahkan dia juga sudah cerita ke teman-teman dekatnya. Akhirnya doanya terjawab. Dia sangat senang ketika saya tiba-tiba komen IG story-nya. Dia juga waktu itu ingin ikut lari agar bisa ketemu saya. CV kami memiliki banyak kesamaan dan kecocokan. Ah pokoknya banyak momen-momen yang terlalu manis untuk dibilang kebetulan. Semua terasa lancar dan mengalir begitu saja. Mungkin ini yang namanya jodoh. ^^

  1. Our Serendipity I – Romance Dawn
  2. Our Serendipity II – Ikhtiar
  3. Our Serendipity III – Crescendo

Our Serendipity II – Ikhtiar

Juni 2018

Suatu hari setelah lebaran, Mbak Indah (salah satu kakak saya) menanyakan apa tidak ada yang saya taksir di lingkungan kantor atau di Jakarta? Kan mereka yang memang sudah sering berinteraksi dengan saya.

Saya pun cerita ada karyawati Bukalapak yang menarik perhatian saya, yaitu Dyta. Hanya saja salah satu concern saya waktu itu salah satunya adalah: Dyta bukan orang jawa. Sedangkan ibu saya tidak begitu terbiasa ngobrol pake bahasa Indonesia. Kalo ngomong pake bahasa Indonesia, suka bercampur dengan kosa kata jawa. Takutnya ada masalah komunikasi.

Tetapi Mbak Indah meyakinkan kalo itu bukan masalah, pasti dimaklumi. Apalagi kan nantinya kami tinggal di Jakarta.

Terlebih lagi Dyta itu asalnya dari Lubuklinggau, Sumatra Selatan. Masih satu area dengan Palembang. Kebetulan sekali, kakak kedua saya tinggalnya di Palembang. Kakak ipar saya (suami Mbak Indah) juga dari Palembang, dan adiknya di Lubuklinggau. Cocokloginya pas!

Singkat cerita, akhirnya saya pun jadi lebih yakin untuk “mengejar” Dyta. Ikhtiar dimulai!

Juli 2018

Saat itu ada acara outing, team Dyta ke Lombok dan team saya ke Malaysia. Ternyata ada berita gempa di Lombok, dan dia share IG story. Saya pun coba berkomentar, dan ternyata dia membalas. Gayung bersambut!

Ikhtiar selanjutnya adalah terkait dengan hobi lari. Saya dan Dyta sama-sama join grup BukaRunners (komunitas lari karyawan Bukalapak). Biasanya setiap Kamis sore, BukaRunners mengadakan agenda lari bareng. Awalnya saya yang lumayan rajin ikut. Tapi suatu hari, Dyta ternyata juga ikut lari, tapi pas itu saya tidak datang. Di hari lainnya, saya datang (dan berharap bertemu Dyta) tetapi dia tidak ikut. Setelah beberapa kesempatan, akhirnya saya dan Dyta sama-sama ikut lari. Nah, tentu saya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk bisa ngobrol singkat dan mendengar suara dia pertama kalinya. Walaupun, jantung rasanya berdegup kencang banget (kan sambil lari, hahaha).

Setelah kejadian itu, ya kembali seperti biasanya, kami tidak ada interaksi apa-apa. Tetapi semakin hari, saya merasa semakin cocok. Kalau melihat Dyta, rasanya ada yang beda. Ada perasaan deg-degan yang seperti diceritakan kakak saya. Setelah beberapa kali sholat istikharah, sepertinya jadi semakin yakin dan mantap. Akhirnya, saya pun mulai mengambil langkah-langkah selanjutnya. Langkah-langkah yang cukup nekad, namanya juga tidak pernah ada pengalaman sebelumnya. 

Agustus 2018

Kata salah satu ustadz dalam sebuah kajian, jika ingin mendapatkan hati seorang wanita, mulailah dengan mendapatkan hati ibunya. Jadi, langkah pertama adalah dengan menghubungi ibunya. Karena tidak punya kontak sama sekali, saya coba hubungi lewat message Facebook. Tetapi ternyata beliau tidak merespon, mungkin memang jarang buka Facebook. Selanjutnya, saya coba hubungi kakak pertamanya, namanya Ana. Kebetulan beliau punya online store di Instagram, dan mencantumkan nomor HP nya di situ. Saya pun menghubungi via Whatsapp.

Dari obrolan tersebut, alhamdulillah saya jadi tahu kalau Dyta masih single dan beliau pun ikut mendukung.

Saya pun mendapatkan nomor telepon ibunya, kemudian saya WA dan minta izin untuk menelepon. Melalui telepon, saya berbicara dengan ibu dan ayah Dyta, mengutarakan tujuan saya untuk meminang anaknya. Mereka pun merestui, dan pada akhirnya keputusan ada di tangan Dyta.

Karena sudah “mengantongi” restu dari orangtuanya, saya pun menuju langkah inti yaitu “menembak” Dyta. Metodenya juga agak nyeleneh, saya memakai modus mengajak meeting dengan membuat calendar invitation.

Akhirnya di ruang meeting itu pun, saya menyatakan perasaan saya ke dia. Ternyata dia tidak begitu kaget, karena sebenarnya sudah mendapat info dari kakak dan ibunya, hahaha.

Dyta pun meminta waktu beberapa hari untuk berpikir. Besoknya, dia mengajak untuk bertemu di restoran dekat kantor. Saya pikir di situ saya akan langsung mendapat jawaban diterima atau ditolak. Di situ dia menyampaikan, bahwa dia meminta untuk bertukar CV, dan nantinya saya perlu bertemu dengan murabbi-nya.

Saya pun membuat sebuah CV, tentu beda dengan CV buat melamar pekerjaan. Isinya hanya 2 lembar, tapi sudah komplit mencakup visi misi pernikahan, riwayat hidup, keluarga, kebiasaan, dsb. Dyta juga mengirim CV, ternyata isinya 13 LEMBAR!! Saya pun bilang, “kita kan kesepakatannya bikin CV, bukan auto-biografi”, hahaha.

Beberapa hari kemudian, sesuai kesepakatan, saya pun ke rumah murabbi-nya. Di daerah Kelapa Dua, Depok. Di sana, saya diajak ngobrol, dan juga diminta untuk ngaji. Saya masih ingat, diminta membaca surat Al-Kahfi. Akhirnya, Dyta pun menyatakan menerima untuk menikah dengan saya. Alhamdulillaah!!

  1. Our Serendipity I – Romance Dawn
  2. Our Serendipity II – Ikhtiar
  3. Our Serendipity III – Crescendo

Rotterdam Marathon

rotterdam marathon

Rotterdam Marathon (Photo from www.nnmarathonrotterdam.org )

Hari ini, salah satu event lari terbaik di dunia telah terlaksana, yaitu Rotterdam Marathon. Banyak pelari yang memperoleh waktu terbaiknya di sini. Wajar sih, Belanda kan permukaannya datar jadi enak banget dipake lari, bisa kenceng.

Sebagai seorang runner, tentu saja saya tidak mau ketinggalan event ini. Meskipun sekarang lagi exam week, tetap saya bela-belain ikutan. Tapi saya ikutnya kategori 1/4 Marathon aja. Kayaknya nggak bakal kuat kalo ikut Full Marathon, soalnya di sini udah jarang latihan lari. Maklum, selama winter di sini dingin parah euy *alesan. Di sini saya mau cerita bagaimana pengalaman mengikuti event ini.

  • Pendaftaran

Pendaftaran Rotterdam Marathon sangat mudah. Tinggal buka webnya, masukin identitas, terus daftar deh. Untuk pembayaran, bisa melalui CC atau PayPal. Berhubung saya punya rekening Belanda, bisa bayar pake iDEAL, sistem pembayaran online utama di sini. Setelah berhasil, kita akan mendapat nomor BIB dan konfirmasi pendaftaran. Saya lihat datanya ada 12.798 peserta untuk FM dan 12.526 untuk 1/4 M. Wuih, banyak banget yaa..

  • Pengambilan Race Pack

Salah satu masalah yang biasanya timbul adalah saat pengambilan race pack (T-shirt + BIB). Pada beberapa event lari di Jakarta, beberapa kali saya temui kondisinya semrawut saat pengambilan race pack, mulai dari antrian super panjang hingga ukuran kaos yang tidak sesuai. Untuk di Rotterdam Marathon, ternyata sistemnya cukup rapi. Race pack kita sudah terbagi-bagi ke dalam kardus sesuai nomor BIB. Jadi kita tinggal mendatangi di mana kardus yang berisi nomor kita, lalu meminta tolong petugas untuk mengambilkan (dengan menyerahkan konfirmasi pendaftaran yang sudah di-print). Jadi cepat sekali prosesnya, nggak pake ngantri.

pengambilan bib

Tempat pengambilan race pack

  • Rute Lari

Race dimulai jam 10 pagi, baik yang FM maupun 1/4 M, hanya saja lokasi start nya beda. Rutenya juga beda. Untuk 1/4 Marathon, start dimulai dari stasiun Rotterdam-Blaak (sebelahnya Kijk-Kubus, rumah yang berbentuk kubus itu). Lalu rutenya mengelilingi danau Kralingse Pas, nikmat banget lari sambil melihat-lihat pemandangan danau dan hutan gitu. Sepanjang pinggiran jalan, banyak orang yang menyemangati para pelari. Ada yang nyanyi-nyanyi, ada yang joget-joget, bahkan ada yang sampe bikin marching band. Asik dah.

Water station tersedia setiap 5 km. Saya kira di sini bakal lebih baik dari Indonesia. Ternyata sama saja, setelah minum gelas-gelasnya pada dibuang di jalanan, hiks.. Tapi emang sih, panitia nggak menyediakan tempat sampah yang gede. Saya saja setelah lari ratusan meter baru nemu tempat sampah buat buang gelas.

lari di rotterdam marathon

Overall, sebagai event internasional tentu saja Rotterdam Marathon ini keren banget. Sayangnya tidak banyak orang Indonesia yang ikutan, jadi saya merasa agak kesepian >_<. Oke, sekian dulu sharing kali ini. Sampai jumpa di event lari selanjutnya 😀

hendra di rotterdam marathon

Hati-Hati Membaca (Grafik) Data

Sering kali kita menemukan data yang ditampilkan dalam bentuk grafik. Memang, dengan melihat grafik, kita jadi lebih mudah untuk memahami info yang diberikan dari data tersebut daripada hanya melihat sekumpulan angka. Misalnya kita dapat membandingkan beberapa objek, memperhatikan korelasi antara beberapa parameter, dsb. Namun, kadang kita harus teliti dalam membaca grafik tersebut. Jika tidak seksama, bisa jadi persepsi kita ‘tertipu’, seperti pada contoh-contoh berikut.

Misalnya saya mengambil data tinggi badan dari 5 orang bernama Adi, Budi, Cindi, Dedi, dan Edi. Lalu hasilnya saya tampilkan dalam grafik berikut:

barchart1

Saat melihat grafik tersebut, terlihat seolah-olah tingginya Dedi sekitar tiga kali lipat dari Cindi, dan tingginya Edi hampir setengah dari Dedi. Padahal jika diperhatikan dengan seksama, kisaran dari nilai yang ditampilkan (di sumbu-y) yaitu 150-185, tidak dimulai dari 0. Jadi saat melihat grafik, perhatikan range datanya.

Sekarang perhatikan grafik berikut.

barchart2

Continue reading

Mengapa Kuliah di Belanda?

Alhamdulillaah, setelah sudah beberapa bulan di TU Delft, saya merasa kampus ini adalah pilihan yang tepat. Setelah melalui berbagai perjalanan yang panjang serta pertimbangan yang matang, akhirnya Yang Di Atas mengarahkan saya untuk menimba ilmu di sini, di Delft, sebuah kecamatan kota kecil di Belanda. Memang banyak sekali perguruan tinggi di Belanda yang level internasionalnya sudah tidak diragukan lagi. Ada Leiden University, univ tertua di Belanda. Ada trio universitas teknik, yakni TU Delft, TU Eindhoven, dan TU Twente. Ada juga universitas tersohor lain seperti Utrecht, Wageningen, Maastricht, UvA, Groningen, dsb. Banyak banget lah pokoknya.

Makanya, saya ingin menjelaskan beberapa alasan khusus mengapa Belanda adalah salah satu negara yang recommended untuk lanjut studi. Untuk alasan-alasan klise seperti negaranya maju, semua serba teratur, orangnya disiplin, pekerja keras, dsb tidak perlu saya masukkan karena tipikal negara-negara maju memang seperti itu.

  1. Orang Belanda bisa Bahasa Inggris

Sebelumnya saya berniat studi di negara berbahasa Inggris, bahkan saya sudah mendapat LoA dari kampus-kampus di UK dan Australia (saya nggak apply US soalnya males tes GRE :P). Ya, perbedaan bahasa bisa menjadi kendala kalo studi di negara yang penduduknya nggak bisa speak in English. Meskipun perkuliahan tetap menggunakan Bahasa Inggris, tetapi mempelajari bahasa setempat masih diperlukan untuk bisa bersosialisasi dengan warga sekitar, misalnya saat berhadapan kasir di supermarket, maupun bertanya pada orang saat nyasar di suatu tempat. Continue reading